reachfar – Banjir bandang dan tanah longsor menerjang tiga desa di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu (10/7) dini hari. Bencana banjir bantul ini menewaskan dua warga, merusak puluhan rumah, dan mengisolasi akses jalan di wilayah lereng perbukitan tersebut.
Kronologi Kejadian
Hujan deras mengguyur Kecamatan Semin, Ngawen, dan Ponjong selama 12 jam sejak Selasa (9/7) malam. Intensitas curah hujan mencapai 250 mm per hari, memicu banjir bandang yang melanda permukiman warga di Desa Beji, Desa Ngleri, dan Desa Mulo. Pada pukul 02.30 WIB, tanah longsor menyapu tiga rumah di lereng Bukit Patuk, menewaskan Suwarno (57) dan putranya, Agus Prasetyo (23).
Tim Reaksi Cepat BPBD Gunungkidul bersama relawan lokal langsung mengevakuasi jenazah korban dan menyelamatkan lima warga yang terjebak reruntuhan. “Kami menemukan jenazah korban tertimbun material longsor setinggi dua meter,” jelas Kepala BPBD Gunungkidul, Ahmad Yulianto.
Dampak Kerusakan
Banjir menghancurkan 15 rumah, merendam 50 hektare sawah, dan memutus akses jalan di lima titik. Material longsor sepanjang 200 meter juga menutup jalur utama penghubung Desa Ngleri ke pusat kecamatan. Puluhan warga mengungsi ke balai desa, sementara tim medis mendirikan posko kesehatan darurat untuk menangani korban luka dan stres pascabencana.
“Air setinggi satu meter tiba-tiba masuk ke rumah kami. Kami hanya bisa menyelamatkan dokumen penting sebelum lari ke bukit,” tutur Sri Wahyuni (42), salah satu penyintas di Desa Beji.
Upaya Tanggap Darurat
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengalokasikan dana darurat senilai Rp2 miliar untuk penanganan korban dan perbaikan infrastruktur. Tim gabungan dari TNI, Polri, dan relawan nasional mendistribusikan 500 paket logistik, 200 selimut, dan obat-obatan ke lokasi terdampak.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, meminta warga di zona rawan untuk meningkatkan kewaspadaan. “Kami telah memasang alat pemantau pergerakan tanah di 15 titik rawan longsor. Warga harus segera mengungsi jika hujan intensitas tinggi kembali terjadi,” tegasnya.
Faktor Pemicu dan Peringatan BMKG
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyatakan hujan ekstrem dipicu oleh anomali cuaca di Samudra Hindia. Wilayah Gunungkidul sendiri memiliki topografi karst yang rentan terhadap erosi dan limpasan air permukaan.
“Kami memprediksi potensi hujan lebat masih berlanjut hingga tiga hari ke depan. Masyarakat harus menghindari sungai dan tebing curam,” ungkap Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas.
Catatan untuk Mitigasi Jangka Panjang
Bencana ini mempertegas perlunya pembangunan infrastruktur pengendali banjir dan sistem peringatan dini berbasis komunitas. Data BPBD menunjukkan, Gunungkidul mengalami 25 kejadian longsor dan banjir sepanjang 2024, dengan 90% terjadi di zona permukiman lereng bukit.
Pemerintah setempat berencana merehabilitasi 100 hektare lahan kritis dan menanam 10.000 pohon endemik sebagai upaya restorasi lingkungan. “Kami tidak ingin tragedi ini terulang. Mitigasi bencana harus menjadi prioritas bersama,” pungkas Sunaryanta.