reachfar – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tidak menetapkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka dalam dugaan praktik ekspor minyak mentah (crude oil) ilegal. Keputusan ini menuai pertanyaan publik, mengingat Kejagung sebelumnya menyatakan memiliki informasi terkait keterlibatan sejumlah pihak. Lantas, apa alasannya?
Alasan Hukum dan Bukti yang Belum Lengkap
Juru Bicara Kejagung, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa penetapan tersangka harus memenuhi syarat formal dan material. “Penyidikan harus didukung alat bukti yang sah dan cukup. Saat ini, tim masih mengkaji dokumen dan kesaksian para pihak terkait,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (9/7/2024).
Kasus ini bermula dari temuan ekspor minyak mentah ke Singapura dan Malaysia oleh perusahaan yang diduga tak memiliki izin. Meski nama Ahok sempat disebut dalam laporan awal, Kejagung menegaskan bahwa keterlibatannya belum terbukti secara hukum. “Ada perbedaan antara informasi publik dan alat bukti yang bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan,” tambah Sumedana.
Ahok Bantah Keterlibatan
Ahok, melalui kuasa hukumnya, membantah terlibat dalam praktik tersebut. “Klien kami tidak memiliki hubungan dengan perusahaan yang dimaksud. Ini murni upaya kriminalisasi,” tegas pengacara Ahok, Rendra Suparman. Ia juga mendesak Kejagung transparan dalam menyampaikan bukti.
Analisis Ahli Hukum
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Dr. Aisyah Ramadhani, menyoroti kompleksitas kasus ekspor minyak. “Penetapan tersangka dalam kasus perdagangan lintas negara membutuhkan koordinasi dengan otoritas internasional. Bisa jadi Kejagung masih menunggu verifikasi data dari luar negeri,” jelasnya.
Respons Publik
Beberapa kelompok menduga ada intervensi politik, sementara yang lain mendukung langkah kehati-hatian institusi penegak hukum.
Langkah Selanjutnya
Kejagung menyatakan penyidikan akan terus berlanjut, termasuk memeriksa saksi tambahan dan mengumpulkan dokumen dari Kementerian ESDM dan Bea Cukai.