reachfar – Parlemen Pakistan baru-baru ini mengesahkan amandemen undang-undang kejahatan digital yang menuai kontroversi dan kecemasan di kalangan jurnalis dan organisasi hak asasi media. Amandemen ini bertujuan untuk mencegah penyebaran berita bohong, namun banyak yang khawatir bahwa perubahan ini justru akan membatasi kebebasan berpendapat dan mengekang kebebasan pers.
Amandemen baru pada Undang-Undang Kejahatan Elektronik Pakistan (PECA) tahun 2025 menetapkan hukuman tiga tahun penjara dan denda lebih dari USD 7.000 bagi siapa saja yang menyebarkan informasi palsu dan bohong. Selain itu, amandemen ini juga memperluas definisi konten yang dapat diblokir oleh pihak berwenang dan membentuk empat badan baru untuk mengatur konten online.
Pengesahan amandemen ini terjadi di tengah protes dari para anggota parlemen yang beroposisi dan organisasi hak asasi media. Para anggota oposisi bahkan merobek salinan RUU tersebut dan keluar dari ruang sidang bersama para wartawan yang hadir meliput. Majelis Nasional, majelis rendah parlemen Pakistan, juga meloloskan perubahan RUU ini di tengah protes dari anggota oposisi dan wartawan.
Organisasi media memperingatkan bahwa perubahan ini mengekang kebebasan berpendapat dan membuat jurnalis serta pengguna media sosial semakin mengalami pembatasan dan hukuman. Para jurnalis dan aktivis hak asasi manusia mengkritik amandemen ini sebagai upaya untuk lebih membatasi kebebasan berekspresi dan mengekang suara-suara yang menentang pemerintah.
Jurnalis di seluruh Pakistan melakukan protes dengan memegang plakat yang menyebut RUU ini sebagai “hukum hitam” dan beberapa di antaranya bahkan memakai rantai di pergelangan tangan mereka serta memegang rantai dengan gembok di depan mulut mereka sebagai simbol protes. Presiden Federasi Serikat Jurnalis Pakistan, Afzal Butt, menyerukan agar Presiden Asif Ali Zardari tidak menandatangani RUU ini dan mengembalikannya ke parlemen dengan mempertimbangkan keberatan dari jurnalis.
RUU ini kini menunggu persetujuan dari Presiden Pakistan untuk menjadi undang-undang. Namun, banyak yang berharap bahwa Presiden akan mempertimbangkan keberatan dari jurnalis dan organisasi hak asasi media sebelum menandatanganinya. Jika RUU ini disahkan, maka jurnalis dan aktivis hak asasi manusia berencana untuk menantang amandemen ini di pengadilan.
Amandemen undang-undang kejahatan digital di Pakistan telah menimbulkan kecemasan besar di kalangan jurnalis dan organisasi hak asasi media. Meskipun tujuan dari amandemen ini adalah untuk mencegah penyebaran berita bohong, banyak yang khawatir bahwa perubahan ini justru akan membatasi kebebasan berpendapat dan mengekang kebebasan pers. Protes dan penolakan dari jurnalis dan aktivis hak asasi manusia menunjukkan betapa pentingnya isu ini bagi masyarakat sipil di Pakistan.