Dijerat UU ITE, Konten Candaan Potong Rambut Yesus Bawa TikToker ke Penjara

reachfar – Kreator konten TikTok Ratu Thalisa (28) divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, pada Selasa (25/6/2024), setelah video candaannya tentang “memotong rambut Yesus” dinilai melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Kasus ini memicu polemik antara pendukung kebebasan berekspresi dan kelompok yang menuntut penghormatan terhadap simbol agama.

Kronologi Konten yang Memicu Laporan

Pada 15 Maret 2024, Ratu Thalisa—seorang transgender Muslim dengan 450.000 pengikut di TikTok (@rathalisa)—mengunggah video pendek berisi gambar Yesus Kristus bergaya rambut panjang. Dalam narasi bernada humor, ia berkomentar: “Yesus, rambutmu panjang banget! Kapan potong? Aku bisa kasih rekomendasi salon biar bisa jadi brand ambassador shampoo, deh!”. Video ini viral dengan 2,5 juta views dalam 3 hari, tetapi juga menuai laporan dari Forum Pemuda Kristen Sumut yang menilai konten tersebut melecehkan iman Kristen.

Jalannya Persidangan

Dalam persidangan selama 2 bulan, jaksa penuntut menyatakan komentar Ratu Thalisa telah “menghina figur sakral dalam agama Kristen dan berpotensi memecah kerukunan umat beragama”. Kuasa hukum Ratu, Rudi Sitorus, membantah klaim tersebut: “Klien saya hanya ingin membuat konten humor ringan tanpa maksud menistakan agama. Ini adalah kritik kreatif terhadap komersialisasi citra religius di media sosial.”

Namun, majelis hakim berpendapat berbeda. Hakim M. Faisal Hasibuan menegaskan: “Kebebasan berekspresi bukanlah hak mutlak. Konten yang melukai hati pemeluk agama tertentu harus dihukum demi menjaga keharmonisan sosial.”

Reaksi Amnesty International & Aktivis HAM

Amnesty International Indonesia mengkritik putusan ini sebagai “penggunaan UU ITE yang represif”. Dalam pernyataan resmi, mereka menyebut: “Vonis ini membahayakan kebebasan berekspresi, terutama bagi kelompok marginal seperti LGBTQ+ dan kreator konten.” Data SAFEnet mencatat, 67% kasus UU ITE di 2024 menjerat konten kritik atau satire, dengan 23% terdakwa berasal dari minoritas gender.

Dukungan & Penolakan dari Masyarakat

  • Dukungan untuk Ratu: Tagar #JanganBungkamRatu menjadi trending di Twitter dengan 45 ribu cuitan. Aktivis digital Riani Diah menulis: “Jika canda soal rambut Yesus dianggap penistaan, bagaimana dengan meme Nabi yang diperjualbelikan? Hukum harus adil!”
  • Penolakan dari Kelompok Agama: Pdt. Daniel Simanjuntak, perwakilan PGI Sumut, menilai: “Ini bukan sekadar humor, tapi pelecehan sistematis terhadap simbol iman kami.”

Profil Ratu Thalisa & Risiko Konten Kreator

Ratu Thalisa, nama asli M. Ali Ramadhan, adalah mantan penata rias yang beralih menjadi kreator konten LGBTQ+ dengan fokus pada isu toleransi dan gaya hidup. Sejak 2022, ia kerap menjadi target ujaran kebencian karena identitas transgendernya. Kasus ini membuat banyak kreator TikTok menghapus konten satire bernuansa agama.

Bella Hadid, kreator konten Medan dengan 100 ribu followers, mengaku trauma: “Sekarang aku cuma bikin video masak atau dance. Takut salah komen dikit langsung dilapor.”

Dampak & Langkah Hukum Selanjutnya

  • Akun TikTok Ratu Thalisa dinonaktifkan permanen oleh platform.
  • Tim hukum berencana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumut.
  • Komnas HAM berjanji memantau proses banding untuk memastikan keadilan.

Data Kasus Serupa di Indonesia

Menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR):

  • 112 kasus penistaan agama dilaporkan sepanjang 2023, 41% di antaranya melibatkan media sosial.
  • Rata-rata hukuman penjara untuk kasus serupa adalah 1-3 tahun, dengan denda Rp50-100 juta.

Peringatan dari Pihak Berwajib

Kapolda Sumut Irjen. Ahmad Haydar mengingatkan: “Kreator konten harus pahami batas humor dan kritik. Agama adalah ranah sensitif yang tidak boleh dijadikan bahan lelucon.”

Ratu Thalisa saat ini menjalani hukuman di Lapas Kelas IIA Tanjung Gusta, Medan. Kasusnya menjadi cermin polarisasi masyarakat Indonesia di era digital: antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan.