reachfar – Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan kontroversial dengan memberlakukan tarif impor sebesar 25% pada produk baja dan 10% pada aluminium dari Kanada, Uni Eropa (UE), Meksiko, dan sekutu AS lainnya mulai 1 Juni 2024. Keputusan ini memicu kemarahan negara-negara terkena dampak, yang langsung menyiapkan langkah pembalasan (retaliasi) untuk melindungi kepentingan industri domestik mereka.
Latar Belakang Kebijakan Trump
Trump menyatakan tarif ini diperlukan untuk melindungi industri baja dan aluminium AS dari “praktik perdagangan tidak adil” serta dumping (penjualan di bawah harga pasar) oleh negara lain. “Kami tidak bisa lagi menjadi tempat sampah bagi produk asing yang merusak lapangan kerja Amerika,” tegas Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih. Kebijakan ini melanjutkan perang dagang yang pernah ia gulirkan pada 2018 silam, meski sempat dicabut sebagian setelah tekanan dari sekutu.
Reaksi Cepat Kanada dan Uni Eropa
Kanada, sebagai eksportir baja terbesar ke AS, menyebut kebijakan ini “tidak dapat diterima”. Perdana Menteri Justin Trudeau mengumumkan rencana pembalasan dengan mengenakan tarif hingga 25% pada produk AS seperti bourbon, peralatan pertanian, dan sepeda motor Harley-Davidson. “Kami tidak akan tinggal diam saat pekerja Kanada dirugikan,” ujar Trudeau.
Sementara Uni Eropa, melalui Komisioner Perdagangan Valdis Dombrovskis, mengancam akan mengenakan tarif pada produk ikonik AS senilai €3,4 miliar, termasuk jeans Levi’s, whiskey Jack Daniel’s, dan mobil buatan Kentucky – negara bagian yang menjadi basis politik Trump. “Ini adalah langkah proteksionis yang melanggar aturan WTO. Kami akan bertindak tegas,” tegas Dombrovskis.
Dampak pada Pasar Global
Kebijakan Trump memicu kekhawatiran resesi di sektor manufaktur global. Harga saham perusahaan baja AS seperti U.S. Steel langsung anjlok 5%, sementara indeks S&P 500 turun 1,2% dalam sehari. Di Eropa, raksasa baja ArcelorMittal menghentikan sementara produksi di dua pabriknya di Prancis.
Ahli ekonomi dari Peterson Institute, Chad Bown, memperingatkan: “Perang dagang kedua ini bisa merugikan ekonomi global hingga $500 miliar. Inflasi akan melonjak, terutama di sektor otomotif dan konstruksi.”
Kritik dari Dalam Negeri AS
Kebijakan Trump juga menuai kritik dari kalangan industri AS. Asosiasi Produsen Mobil (AAM) menyatakan tarif justru akan menaikkan biaya produksi kendaraan listrik hingga 15%. “Ini kontraproduktif dengan agenda hijau pemerintah,” protes CEO AAM, John Bozzella.
Peluang Negosiasi atau Eskalasi?
Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo, menyatakan kesediaan berdiskusi dengan negara terkait, tetapi menegaskan tarif “tidak akan dicabut hingga ada komitmen kuota impor yang adil”. Namun, UE dan Kanada telah mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai langkah awal.
Dampak pada Hubungan Internasional
Kebijakan ini mengancam kerja sama transatlantik, termasuk pakta perdagangan AS-UE yang sedang dirundingkan. Kanada juga mengisyaratkan peninjauan ulang keterlibatan dalam USMCA (Perjanjian AS-Meksiko-Kanada) jika tarif tetap diberlakukan.
Apa Selanjutnya?
- 9 Juni 2024: UE akan menggelar sidang darurat untuk meresmikan daftar produk AS yang kena tarif balasan.
- 15 Juni 2024: Deadline Kanada untuk menerapkan retaliasi jika AS tidak mencabut tarif.
- Juli 2024: Sidang pertama sengketa di WTO dijadwalkan berlangsung.
Analis politik menyebut langkah Trump ini sebagai “strategi kampanye” menjelang Pemilu AS 2024 untuk menarik suara buruh di negara bagian industri seperti Pennsylvania dan Ohio. Namun, risiko perang dagang terbuka bisa menjadi bumerang bagi perekonomian AS dan global.