reachfar – Sebanyak 27 sandera penumpang kereta Pakistan tewas dalam operasi militer yang dilaksanakan pasukan keamanan di Provinsi Balochistan, Pakistan, setelah negosiasi dengan kelompok bersenjata gagal mencapai kesepakatan. Insiden ini terjadi setelah kereta api Karachi-Quetta Express disandera selama 12 jam oleh militan bersenjata di dekat Distrik Mastung, Kamis (25/10).
Kronologi Penyanderaan dan Operasi
Kelompok bersenjata yang mengklaim diri sebagai Baloch Liberation Army (BLA) menyergap kereta tersebut pukul 05.30 waktu setempat. Mereka menyandera 150 penumpang dan menuntut pembebasan 50 tahanan politik Baloch serta penghentian operasi militer di wilayah tersebut. Pemerintah Pakistan membentuk tim krisis yang melibatkan perwakilan intelijen dan pemerintah daerah untuk bernegosiasi.
Setelah 48 jam tanpa kemajuan, pasukan khusus SSG (Special Service Group) Pakistan menggerebek kereta pada Sabtu dini hari (25/10). Baku tembak sengit terjadi, mengakibatkan 27 sandera tewas tertembak atau terkena ledakan granat. Militer mengklaim 8 militan tewas, sementara 3 anggota pasukan khusus gugur.
Reaksi Pemerintah dan Keluarga Korban
Panglima Angkatan Darat Pakistan, Jenderal Asim Munir, menyatakan operasi ini sebagai “tindakan terpaksa untuk mencegah korban lebih besar”. Namun, keluarga korban mengecam kegagalan negosiasi. “Mereka membunuh anak saya demi memburu teroris,” protes Ahmed Khan, ayah dari seorang sandera berusia 19 tahun.
Pemerintah Balochistan mengumumkan kompensasi sebesar 2 juta rupee (sekitar Rp133 juta) untuk keluarga setiap korban, tetapi tawaran ini ditolak oleh sebagian besar keluarga yang menuntut pertanggungjawaban independen.
Latar Belakang Konflik Balochistan
Balochistan, provinsi terkaya sumber daya alam di Pakistan, telah lama menjadi wilayah konflik antara pemerintah dan kelompok separatis yang menuntut kemerdekaan. Sejak 2004, lebih dari 5.000 warga sipil tewas dalam operasi militer dan serangan balasan. Kelompok BLA kerap menyasar proyek infrastruktur, termasuk China-Pakistan Economic Corridor (CPEC), yang mereka anggap “menjarah sumber daya Baloch”.
Kritik Organisasi HAM
Komisi HAM Pakistan (HRCP) menuntut investigasi transparan atas tewasnya sandera. “Operasi militer yang ceroboh hanya memperpanjang siklus kekerasan,” tegas Direktur HRCP, Munizae Jahangir.
Dampak dan Proses Lanjutan
Insiden ini berpotensi memicu gelombang protes baru di Balochistan dan kota-kota besar Pakistan. Perdana Menteri Anwar ul-Haq Kakar telah mengadakan rapat darurat dengan Dewan Keamanan Nasional untuk meninjau strategi keamanan di wilayah tersebut. Sementara itu, BLA mengeluarkan ancaman serangan balasan “dalam skala lebih besar”.