reachfar – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, secara resmi menolak kembali ke meja perundingan nuklir dengan Amerika Serikat (AS) dalam pidato di hadapan Dewan Kebijakan Luar Negeri Iran, Selasa (25/6/2024). Pernyataan ini mengukuhkan sikap keras Teheran pasca-collapse-nya Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA).
Latar Belakang Ketegangan
Penolakan Khamenei muncul setelah AS dan sekutu Eropa mengajak Iran kembali berdiskusi lewat jalur tidak langsung di Qatar pekan lalu1. Presiden AS Joe Biden sebelumnya menawarkan pencairan sebagian aset Iran senilai $7 miliar sebagai insentif. Namun, Khamenei menyebut proposal tersebut sebagai “jebakan diplomasi Barat” yang bertujuan melemahkan kemampuan pertahanan Iran.
Pernyataan Kunci Khamenei
Dalam pidato yang disiarkan langsung oleh IRIB (Televisi Negara Iran), Khamenei menegaskan:
“Pengalaman JCPOA membuktikan AS tidak bisa dipercaya. Mereka langgar kesepakatan, lalu berharap kami kembali menunduk. Program nuklir kami bersifat damai, tetapi kami tak akan lagi berkompromi di bawah ancaman sanksi.”
Reaksi AS dan Sekutu
Departemen Luar Negeri AS menyatakan “kecewa” atas sikap Iran, namun tetap membuka pintu dialog9. Sementara Prancis—anggota JCPOA—mendesak Teheran menghentikan pengayaan uranium 60% yang telah melampaui batas kesepakatan11. Israel melalui PM Benjamin Netanyahu justru memuji penolakan Iran sebagai “bukti niat jahat rezim ini”.
Dampak Ekonomi dan Militer
Penolakan ini berpotensi memperparah krisis ekonomi Iran yang inflasinya mencapai 48% akibat sanksi AS. Di sisi lain, Badan Energi Atom Iran (AEOI) melaporkan peningkatan kapasitas produksi uranium hingga 15.000 SWU (Separative Work Units), cukup untuk membuat 3 bom nuklir dalam 6 bulan.
Analisis Strategiz
Pakur hubungan internasional dari Universitas Teheran, Dr. Hossein Mousavian, menyebut langkah Khamenei sebagai “strategi bertahan” menyambut Pemilu AS November 2024:
“Iran menunggu hasil pemilu AS. Jika Trump kembali berkuasa, mereka mungkin gunakan kartu nuklir sebagai alat tawar.”
Aksi Diplomasi Paralel
Sumber di Kementerian Luar Negeri Iran mengungkapkan Teheran kini fokus pada aliansi dengan Rusia dan Tiongkok. Kedua negara disebut akan memberi dukungan teknis ke program nuklir Iran melalui kerjasama energi di Bushehr.
Keputusan Khamenei ini memperlebar jalan buntu dalam krisis nuklir Timur Tengah. Dengan AS dan Iran sama-sama tak mau mengalah, ancaman konflik terbuka atau perlombaan senjata nuklir regional semakin nyata. Mata dunia kini tertuju pada respons Biden dan langkah Iran selanjutnya pasca-pemilu AS.