reachfar – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik keras wacana yang diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang menyatakan bahwa koruptor cukup dihukum dengan restorative justice. Pernyataan ini menuai kontroversi dan mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak, termasuk PKS.
Yusril Ihza Mahendra, yang juga menjabat sebagai Menko Hukum dan HAM, menyampaikan bahwa restorative justice bisa menjadi alternatif untuk menangani kasus korupsi. Menurutnya, pendekatan ini lebih menekankan pada pemulihan kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi daripada hukuman penjara yang keras. “Restorative justice bisa menjadi solusi untuk memulihkan kerugian negara dan masyarakat tanpa harus menghukum pelaku dengan hukuman berat,” ujar Yusril dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Namun, PKS menilai bahwa pendekatan restorative justice tidak tepat untuk menangani kasus korupsi yang merugikan negara dan masyarakat dalam jumlah besar. “Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus dihadapi dengan hukuman yang setimpal. Restorative justice tidak akan memberikan efek jera yang diperlukan untuk mencegah kejahatan serupa di masa depan,” kata juru bicara PKS, Mardani Ali Sera, dalam konferensi pers di Jakarta.
PKS juga menekankan bahwa korupsi adalah bentuk pelanggaran hukum yang serius dan harus dihadapi dengan pendekatan yang tegas. “Korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, hukuman yang setimpal dan tegas adalah keharusan,” tambah Mardani.
Selain PKS, beberapa pengamat hukum dan aktivis anti-korupsi juga menyampaikan keberatan terhadap wacana Yusril. Mereka berpendapat bahwa restorative justice lebih cocok untuk kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran ringan atau konflik sosial, bukan untuk kejahatan korupsi yang bersifat sistemik dan merugikan banyak pihak.
Dalam konteks ini, PKS mendesak pemerintah untuk tetap fokus pada pemberantasan korupsi dengan pendekatan yang tegas dan efektif. “Pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif, termasuk penegakan hukum yang tegas dan pencegahan yang efektif. Restorative justice tidak boleh menjadi alasan untuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi,” pungkas Mardani.
Dengan kritik ini, diharapkan pemerintah dapat mempertimbangkan kembali wacana restorative justice dalam penanganan kasus korupsi dan tetap fokus pada upaya pemberantasan korupsi yang lebih tegas dan efektif.